Calon intelektual, itulah sebutan yang sering dilekatkan
pada Mahasiswa. Orang-orang yang menimbah Ilmu pada jenjang perguruan tinggi.
Sebutan yang luar biasa bukan ?
Sangat bangga memang bila melihat sepak terjang “Para
Mahasiswa” dalam mengawal sistim pemerintahan bahkan sanggup melengserkan suatu
puncak kekuasaan di negeri ini. Hal ini dapat terlihat dengan hancurnya rezim
Orde Baru dengan Presiden saat itu yakni, Soeharto akibat demonstrasi
besar-besaran oleh “Para Mahasiswa” pada 1998.
Suatu cita-cita yang sangat amat mulia bagi bangsa dan
negara ini dalam upaya melahirkan Reformasi. Tidak ada yang salah dengan
perjuangan meraih cita-cita ini. Patut diyakini bahwa dasar dari perjuangan
gunan melahirkan reformasi ialah kecintaan akan bangsa tercinta, Indonesia.
Reformasi telah terlahir. Reformasi telah diperoleh.
Meskipun harus ada yang menjadi korban dan dikorbankan tetapi Reformasi telah
lahir. Perjuangan yang luar biasa bukan dari “Para Mahasiswa” ?
Kini setelah reformasi diperoleh, kehidupan semakin sulit.
Keamanan dan ketertiban semakin tidak terjamin. Yang kaya semakin kaya, yang
miskin semakin miskin. Dan yang begitu popuker ialah korupsi kian merajalela,
bahkan korupsi diindikasikan kini telah menjadi suat mata pencaharian.
Kemiskinan begitu sering tergambarkan pada layar-layar televisi
kita. Kerusuhan, bentrokan antara saudara-saudara setanah air marak terjadi.
Banyak orang merasa dirinyalah yang paling benar, paling berkuasa dan
sewenang-wenang. Demonstrasi hampir
setiap hari ada. Pancasila dan UUD NRI 1945 seakan hanya merupakan symbol dalam
acara-acara formal. Ketakutan akan perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, dirasa
hampir diseluruh tanah air. Hukum seakan hanya berpihak pada yang kuat, yang
berduit. Terjadi kesenjangan social yang begitu luar biasanya.
“Mahasiswa” senantiasa
ada untuk rakyat, memperjuangkan aspirasi rakyat, membela hak-hak rakyat dengan
segala bentuk demonstrasinya. Rakyat yang mana, yang kalian wakili wahai
“Mahasiswa” ? Rakyat yang mana, yang kalian belah haknya, wahai “Mahasiswa” ?
Rakyat yang mana yang mengharapkan kalian, membela, memperjuangkan nasib mereka
?
Wahai “Mahasiswa”, kalian selalu dan senantiasa
mengatasnamakan rakyat dalam berdemonstrasi namun sebagian besar dampak
demonstrasi kalian hanyalah kekacauan, keributan, bentrokan, kemacetan,
kerusakan. Apakah semua itu merupakan titipan rakyat yang kalian wakili ?
“Mahasiswa”, kalian terlalu bangga dengan catatan sejarah
yang pernah kalian torehkan. Kalian mencoba membenarkan bahkan meghalalkan
berbagai cari guna pembenaran seluruh sikap dan tindakan kalian yang
mempertontonkan kebobrokan, kebodohan intelektual, ketidaksopanan kalian dengan
mengatasnamakan rakyat.
“Wahai Mahasiswa”, Kesusahan di masa
sekarang, penderitaan sejak reformasi
digulirkan, bukankah merupakan bagian dari hasil perjuangan kalian dahulu ?
Inikah sejarah yang ingin kalian torehkan ? Inikah tujuan reformasi yang kalian
idam-idamkan bagi bangsa ini ?
Kini masih layakkah kalian berbangga dengan pencapaian
kalian ? Hanya tiba digerbang reformasi sajakah pengawalan kalian ?
Tak sedikit yang menyesal pernah memperjuangkan reformasi.
Tak sedikit yang yang merindukan suasana sebelum reformasi.
Tak banyak peluh derita, tangis air mata sebelum reformasi.
Kini tak sedikit peluh derita bercucuran.
Kini tak sedikit tangisan air mata bergelinang.
Tak sedikit yang yang merindukan suasana sebelum reformasi.
Tak banyak peluh derita, tangis air mata sebelum reformasi.
Kini tak sedikit peluh derita bercucuran.
Kini tak sedikit tangisan air mata bergelinang.
Mungkinkah kalian, “Mahasiswa”, kini hanya diperalat oleh
para pemimpin golongan tertentu ? Mungkinkah kalian, kini merupakan perjuang
golongan tertentu ? Sehingga kepentingan bangsa ini bukan lagi menjadi
prioritas pengawalan dan perjuangan “calon intelektual”.
Bila kemungkinan itu benar adanya, maka :
1. "Kalian" adalah penyebab, yang melahirkan
kesusahan dan penderitaan bangsa ini.
2. "Kalian" tidak layak mengatasnamakan rakyat
manapun yang merupakan bagian dari bangsa ini.
3. "Kalian" hanyalah calon intelelektual
perusak masa depan bangsa ini.
Jadi janganlah lagi Kalian larut dalam kebanggaan yang belum
sesuai dengan tujuannya. Sekarang, mari kita berbenah, dan bersama-sama dengan
generasi saat ini untuk berkontribusi secara positif demi saudara-saudara kita,
demi bangsa ini, dan demi Merah Putih.
Janganlah sekali-kali kita nodai Merahnya Keberanian dan Putih Sucinya Sang Saka.
Janganlah kita biarkan Sang Garuda malu untuk tegakkan kepalanya.
Biarlah Kebhinekaan Kita tetap mengudara, dan NKRI terpatri dalam sanubari kita.
Janganlah sekali-kali kita nodai Merahnya Keberanian dan Putih Sucinya Sang Saka.
Janganlah kita biarkan Sang Garuda malu untuk tegakkan kepalanya.
Biarlah Kebhinekaan Kita tetap mengudara, dan NKRI terpatri dalam sanubari kita.