[“Undang-undang (UU) Khusus”-Daerah Istimewa;
Daerah Khusus]
Bhineka Tunggal Ika
“Berbeda-beda tetapi Satu” ,seyogyanya bukanlah hanya merupakan sebuah slogan
kebangsaan semata yang sering digaung-gaungkan. Mestinya haruslah menjadi ikrar/janji/sumpah yang tertanam
disanubari setiap insan bangsa Indonesia dan merupakan suatu hal sakral
yang tidak akan pernah dapat dilepaspisahkan mulai dari tata kehidupan lapisan
masyarakat yang tertinggi hingga barisan akar rumput.
Seiring dengan semakin berkembangnya arus politik di bangsa Indonesia ini dan di masa yang sering dikatakan bahwa rakyat Indonesia semakin dewasa dalam berpolitik, hadirlah suatu kebijakan dengan tujuan mulia, diantaranya pemerataan pembangunan didaerah-daerah sesuai dengan ciri khas dan karakteristik masing-masing daerah yakni “Otonomi Daerah”.
Otonomi daerah dengan
tujuan mulianya itu, mengubah sistim pemerintahan sebagaimana yang dulunya dipraktekkan
pada era Orde Baru, dimana semua kekuasaan ada pada pusat yang dikenal dengan istilah
sentralisasi, kini terubahlah menjadi sistim pemerintahan yang desentralisasi,
yang mana kekuasaannya tidak lagi terpusat namun dibagi-bagi pada pemerintahan
di daerah.
Namun sejak diberlakukannya
otonomi daerah ini, banyak (lebih dari 2) daerah-daerah (propinsi)
berbondong-bondong ingin menjadi yang dikhususkan/diistimewakan. Tidak hanya
dalam balapan mencari
kekhususan/keistimewaan, namun dalam perekrutan-perekrutan anak-anak terbaik
bangsa yang akan mengabdi bagi bangsa dan negara terprioritaskan “anak daerah”.
Saya menggunakan istilah balapan, karena saya yakin telah terjadi
perebutan posisi dalam meyatakan suatu jati diri bahwa kita ini khusus/kita ini
istimewa. Posisi ini tentunya akan berdampak banyak bagi daerah yang nantinya
menjadi daerah khusus/istimewa, dan tidak akan terpungkiri. Pasti aka nada
perlakuan-perlakuan istimewa, perhatian-perhatian khusus yang tentunya datang
dari pemerintah pusat.
Kemudian, anak daerah
diprioritaskan ! Memangnya yang terpilih nanti akan mengabdi bagi daerah dengan
mengibarkan panji-panji daerahnya ? ataukah harus mengabdi bagi Indonesia dan
patut mengibarkan Sang Saka Merah Putih ? Harusnya kita punya hak yang sama
dimanapun kita berada, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampe Rote
selama ada Merah Berkibar disitu. Tidak peduli kita berasal dari suku/agama/ras
apapun.
Bukankah Indonesia ini
dapat terbentuk dan merdeka karena “Para Pendahulu/Para Pejuang/Para Pahlawan”
yang sering dikenang, yang nama dan sosoknya telah diabadikan telah bertekad
bahwa Kita adalah Satu, Indonesia (Peristiwa Sumpah Pemuda) ? Bukankah negara kita yang tercinta ini merupakan negara Kesatuan
(UUD NKRI 1945 pasal 1)? Dan bukankah
telah terpatri dengan jelas pada Lambang Negara kita (Pancasila), Bhineka
Tunggal Ika ? Belum cukupkah semua ini menjadi pernyataan kita bersama selaku
generasi penerus bangsa ? ataukah kedewasaan generasi kita dalam berpolitik
belum cukum memberikan pemahaman akan semua hal ini ?
Apakah ada yang salah
dengan kebijakan penetapan dan penerapan kekhususan dan keistimewaan ini ?
ataukah tersirat kepentingan-kepentingan politik belaka disana ? Dan saya ingin
mengatakan bahwa, secara tidak sadar, pemerintah telah membuka ruang untuk
berkompromi tentang “Bhineka Tunggal Ika” dan secara tidak langsung pemerintah
telah mengkotak-kotakan rakyatnya sendiri. Dan tidak menutup kemungkinan Negara
Kesatuan hanya slogan !
Kini, ketika BHINEKA
TUNGGAL IKA tidak sepenuhnya dijiwai, tidak seutuhnya dimaknai, bahkan dengan
mudah dapat dikompromikan maka “BHINEKA TUNGGAL IKA-Berbeda-beda tetapi Satu”
Kita tengah dilanda BADAI KEGALAUAN !
Terlepas dari materi aturan-aturan yang mempertegas kekhususan dan keistimewaan itu, salah satu dosen saya pernah mengatakan, aturan yang mengatur kekhususan/keistimewaan yang disebut “UU Khusus” itu bertentangan dengan hirarki peraturan perundang-undangan dimana tidak ada yang namanya “UU Khusus”. Yang ada hanyalah UU (undang-Undang).
No comments:
Post a Comment